karcis parkir berhadiah
Rabu, 19 November 2008 | Labels: Berita | |JAKARTA, RABU - Untuk menekan kebocoran pemasukan dari retribusi parkir tepi jalan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menguji coba penggunaan karcis parkir berhadiah. Sistem ini diharapkan mendorong warga meminta karcis dari juru parkir (jukir) dan pemasukan dapat dikontrol.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto, Rabu (19/11) di Jakarta Pusat, mengatakan, kebocoran pemasukan dari retribusi parkir terjadi karena masyarakat tidak lagi meminta karcis parkir dari jukir. Tanpa sistem karcis, pemasukan bakal sulit dikontrol.
"Jika ada karcis menjadi undian berhadiah, masyarakat pasti akan meminta karcis dari jukir. Selama ini masyarakat tidak meminta karcis karena merasa tidak berguna bagi mereka," kata Prijanto. Rencana ini akan diterapkan di beberapa kawasan sebagai uji coba. Jika berhasil, sistem ini akan diterapkan di seluruh Jakarta.
Pencegahan kebocoran pemasukan menjadi salah satu isu penting dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perparkiran. Komisi B DPRD DKI Jakarta menyoroti buruknya UPT Perparkiran karena pemasukannya jauh di bawah pengeluaran sehingga masih harus disubsidi.
Dari Januari sampai Oktober 2008, pemasukan UPT Perparkiran baru mencapai Rp 15,45 miliar dan sampai Desember diperkirakan mencapai Rp 18,5 miliar. Padahal target pemasukan mereka mencapai Rp 36,47 miliar. Pada tahun anggaran 2009, UPT Perparkiran ditargetkan memberi pemasukan Rp 20 miliar. Namun, anggaran pengeluaran untuk UPT itu mencapai Rp 25 milar atau perlu disubsidi Rp 5 miliar.
Sekretaris Komisi B DPRD DKI Jakarta nurmansjah Lubis mengatakan, UPT harus dapat memperbaiki diri dan meningkatkan pendapatan. Jika tidak mampu, Pemprov DKI diminta untuk menswastanisasi pengelolaan parkir di tepi jalan.
"Lebih baik pengelolaan parkir tepi jalan diserahkan ke swasta dan pemprov tinggal menerima pemasukan daripada dikelola sendiri malah harus memberi subsidi. Sebenarnya aneh jika UPT yang mengelola parkir malah rugi dan tidak dapat memberi pemasukan karena bisnis ini sangat menguntungkan," kata Nurmansjah.
Menanggapi hal itu, Prijanto mengatakan, pengelolaan perparkiran tepi jalan pernah diserahkan pada swasta tetapi malah merugi. Kondisi itu yang menyebabkan pemprov mengambil alih urusan perparkiran.
"Jika ada swasta yang berani menyetor sampai puluhan miliar rupiah, kenapa tidak kita lepas saja pengelolaannya ke mereka. Apalagi petugas kita juga belum dapat menghasilkan untung. Namun, belum ada swasta yang berani mengajukan diri dan memberi jaminan seperti itu," kata Prijanto.
Pada 2009, kata Prijanto, pemprov memang masih akan memberi subsidi. Namun, jumlah pegawai UPT perparkiran akan dirampingkan, dari 376 orang jukir menjadi 309 orang. Kelebihan jumlah jukir dituding menjadi penyebab bengkaknya pengeluaran untuk gaji mereka. Di sisi lain, kebocoran dari sisi pendapatan masih belum dapat diatasi.
sumber : kompas